Your search results

Akad Jual Beli Rumah KPR : Pengertian, Proses Pembuatan, Perbedaan dengan PPJB, dan Masalah yang Kerap Muncul

Posted by optimaproperty on 2 July 2024
0

Setiap proses pembelian rumah, baik secara cash atau KPR pastinya harus melibatkan AJB. AJB adalah Akta Jual Beli, sebuah akta otentik yang dibuat oleh notaris dan memiliki kekuatan hukum. AJB ini digunakan dalam proses pembuatan sertifikat rumah. Tanpa AJB, kamu mungkin tidak bisa melakukan balik nama sertifikat rumah dari pemilik lama ke pemilik yang baru.

AJB merupakan bukti yang sah secara hukum atas transaksi jual beli rumah dan properti sejenisnya. Selain digunakan sebagai syarat untuk melakukan proses balik nama rumah dan pembuatan sertifikat baru. AJB ini juga dapat mengikat pihak-pihak yang terlibat dalam suatu perjanjian sehingga memiliki kekuatan hukum. Dengan begitu, setiap pihak yang terlihat harus memenuhi kewajibannya masing-masing.

AJB dapat dijadikan sebagai pedoman bagi pihak yang terkait untuk memenuhi kewajibannya. AJB Rumah KPR juga dapat dijadikan sebagai bukti untuk melayangkan gugatan ke pengadilan. AJB sendiri diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Pada Pasal ke-37 disebutkan bahwa “Akta Jual Beli adalah bukti sah (selain risalah lelang, jika peralihan hak terjadi melalui lelang) bahwa hak atas tanah dan bangunan sudah beralih ke pihak yang lain.”

Pelaksanaan penandatanganan Akta Jual Beli sendiri juga diatur dalam Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 09/KPTS/M/1995 tentang Pedoman Pengikatan Jual Beli Rumah. Dalam peraturan tersebut dinyatakan bahwa Akta Jual Beli Rumah harus ditandatangani oleh penjual dan pembeli di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Diperlukan beberapa orang saksi yang menyaksikan proses penandatanganan secara langsung, biasanya 2 orang saksi yang dibutuhkan merupakan perangkat desa terkait, pejabat yang berwenang, atau pihak dari kantor notaris tersebut.

Proses Pembuatan AJB Rumah KPR

Transaksi jual beli tanah merupakan transaksi yang berbentuk jelas secara tunai. Artinya, proses pembuatannya dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah berwenang, harganya sudah pasti, dan nilainya sudah terbayar.  Pada pembelian secara cash, AJB ini baru akan dibuat ketika pembeli sudah menyerahkan sejumlah uang. Ketentuan lebih lanjut seputar pembayaran, apakah cash atau dibayar secara bertahap juga akan dicantumkan dalam isi AJB.

Di AJB Rumah KPR, pembuatan AJB dikerjakan sewaktu dilakukan akad Rumah KPR. Proses ini dilakukan dihadapan PPAT yang berwenang, pihak bank penyalur KPR, developer perumahan, dan pihak-pihak terkaitnya.

Berikut ini tahapan singkat KPR Rumah:

  • Pembeli beserta dengan penjual (perorangan/developer perumahan) datang ke PPAT/Notaris untuk melakukan pengecekan dokumen sertifikat tanah, PBB, dan sejenisnya.
  • Jika semuanya sudah selesai dan sesuai, selanjutnya melakukan proses pengajuan kredit.
  • Proses pembuatan AJB dan akad KPR.
  • Terakhir, proses balik nama sertifikat.

Beda AJB Rumah KPR dengan PPJB

Sebelum membuat AJB, pihak yang melakukan transaksi jual-beli tanah biasanya membuat PPJB terlebih dahulu. Lalu, apa perbedaan antara PPJB dan AJB?

AJB merupakan akta notaris berkekuatan hukum yang biasanya digunakan untuk keperluan balik nama sertifikat di Badan Pertanahan Nasional (BPN). AJB Rumah KPR biasanya baru akan diberikan setelah rumah tersebut lunas. Sesuai dengan peraturan yang ada, AJB tidak dapat dibuat secara mandiri alias harus dibuat oleh PPAT yang berwenang.

Isi AJB ini berisi tentang kesepakatan jual beli tanah dan bangunan antara pihak penjual dan pembeli, jenis sertifikat tanah, luas ukuran bidang tanah, dan nominal transaksi. Melalui isi AJB ini, pihak penjual juga menjamin bahwa objek (rumah) yang diperjualbelikan statusnya aman, tidak sedang bersengketa, dan tidak dijadikan agunan untuk pihak lainnya.

Untuk jumlahnya,sesuai Permen ATR/BPN Nomor 7 Tahun 2019 tentang Perubahan Ketiga Atas Permen ATR/BPN Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah Pasal 102, diterangkan bahwa AJB rumah asli dibuat sebanyak 2 lembar.

1 lembar disimpan oleh PPAT yang membuatnya, dan 1 lembar lainnya diserahkan pada Badan Kantor Pertanahan untuk keperluan pendaftaran sertifikat tanah. Sementara, pihak pembeli dan penjual akan diberikan salinan AJB tersebut.

Berbeda dengan AJB Rumah KPR, PPJB (Perjanjian Pengikatan Jual Beli) merupakan dokumen yang biasa dibuat dalam proses jual beli rumah dan tanah. PPJB menjadi perjanjian awal antara penjual dan pembeli yang sifatnya tidak otentik alias dibawah tangan. Akta yang non-otentik adalah akta yang dibuat tanpa menggunakan jasa PPAT, alias dibuat sendiri oleh pihak penjual dan pembeli. Dengan begitu, PPJB ini merupakan surat pernyataan jual beli yang dibuat oleh pihak penjual & pembeli, tanpa melalui PPAT.

Biasanya, sebelum membuat AJB pihak penjual dan pembeli membuat PPJB terlebih dahulu sebagai perjanjian awal. PPJB kerap digunakan pada sistem beli rumah indent, yang belum jadi.

Hal yang Bisa Dilakukan Ketika Pengembang Tidak Kunjung Membuat AJB

Akta Jual Beli Rumah adalah dokumen yang sifatnya sangat penting dan memiliki kekuatan hukum. Tanpa AJB, kamu tidak bisa melakukan proses pembuatan sertifikat tanah. Lalu, bagaimana jika penjual (developer perumahan) tidak kunjung membuat AJB rumah KPR, bahkan setelah angsuran berjalan selama beberapa tahun?

Dalam akad kredit, disebutkan bahwa ada jangka waktu maksimal pembuatan AJB untuk rumah KPR. Contoh, 1 tahun setelah akad. Lalu, bagaimana jika developer terus menunda pembuatan AJB bahkan setelah 1 tahun?

Hal ini dapat disebabkan karena developer tersebut telah menjual satuan lingkungan perumahan (Lisiba) namun belum menyelesaikan status hak atas tanah tersebut. Untuk mengatasi hal tersebut, kamu bisa menempuh jalur penyelesaian persuasif dengan mengedepankan musyawarah yang bersifat kekeluargaan.

Jika upaya tersebut tidak membuahkan hasil. Kamu bisa memulai proses hukum dengan memberikan teguran atau somasi yang isinya meminta developer untuk menyelesaikan kewajibannya dalam batas waktu tertentu.

Biasanya somasi ini diberikan sebanyak 3 kali. Somasi merupakan salah satu bukti bahwa kamu sebagai pembeli/konsumen menunjukan itikad baik dengan memberikan developer kesempatan & waktu yang cukup untuk memenuhi kewajibanya.

Apabila developer tidak mengindahkan somasi tersebut, maka kamu bisa menempuh upaya terakhir yakni membawanya ke jalur hukum. Caranya adalah mengajukan gugatan dan melaporkan tindak tersebut secara pidana. Dalam pengajuan gugatan, kamu bisa melakukannya melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) atau Pengadilan Negeri. Melalui gugatan ini, kamu bisa menuntut ganti rugi.

Agar hal seperti ini tidak terjadi, kamu tentunya harus memilih developer perumahan yang terpercaya dan memiliki kredibilitas yang baik. Jangan sampai kasus-kasus serupa terjadi.

Compare Listings